
SERANG, Mediabooster.news – Pemerintahan Wali Kota Serang Budi Rustandi dan Wakil Wali Kota Nur Agis Aulia teah memasuki 100 hari pertama masa kerja mereka dengan sorotan tajam dari lembaga Election and Democracy Studies (EDS).
Dalam catatannya, EDS menilai bahwa periode awal kepemimpinan ini lebih banyak diwarnai kontroversi, seremoni, dan retorika, ketimbang capaian nyata di lapangan.
Pasangan Budi–Agis dilantik pada 20 Februari 2025 setelah menang telak dalam Pilkada Kota Serang dengan perolehan suara lebih dari 60%. Namun, alih-alih mencatatkan gebrakan signifikan, masa 100 hari pertama mereka justru dinilai sebagai panggung “populisme seremonial”.
“Program-program unggulan seperti Serang Makmur, Serang Cerdas, hingga Serang Bebas Pungli saat ini masih minim realisasi konkret dan lebih kuat di sisi simbolik,” ujar founder EDS yang juga sebagai Pengamat Hukum Tata Kelola Pemerintahan, Yhannu Setyawan. Sabtu (7/6/2025).
Ia mencontohkan bahwa PAD Kota Serang hingga Mei 2025 baru mencapai 15,42%, jauh dari target. Ironisnya, eksekutif justru berani menargetkan lonjakan PAD hingga Rp600 miliar pada 2026, yang dinilai tidak realistis tanpa roadmap fiskal yang jelas.
Sementara itu, berbagai program lain seperti Serang Sehat dan Serang Digital juga belum menunjukkan hasil nyata. Program BPJS untuk warga miskin memang digulirkan, namun belum ada informasi jelas mengenai pelaksanaannya. Sedangkan digitalisasi layanan publik, melalui aplikasi Ragem, dinilai tak lebih dari warisan pemerintahan sebelumnya yang belum efektif menjangkau masyarakat.
Salah satu sorotan paling tajam EDS tertuju pada penandatanganan nota kesepahaman CSR dengan PT Pantai Indah Kapuk Dua (PIK 2). Korporasi yang bahkan belum memiliki jejak ekonomi di Kota Serang ini telah dimintai kontribusi hibah, memunculkan kekhawatiran akan jebakan “filantropi strategis” yang bisa menutupi agenda ekspansi bisnis tanpa kajian manfaat yang transparan.
“Forum CSR Kota Serang bahkan belum memiliki legitimasi publik yang kuat. Ketika mereka menyatakan urgensi menerima PIK 2 secepatnya, ini justru menambah kecurigaan publik akan potensi konflik kepentingan,” tutur Yhannu
Program-program lain seperti Serang Mengaji, Serang Kreatif Produktif, Serang Menyala, hingga Serang Bebas Banjir, menurut EDS, masih berada di ranah slogan. Sebagian di antaranya belum memiliki indikator kinerja, sementara yang lain hanya sebatas kegiatan tahunan atau pelengkap seremoni.
Kejadian dugaan pungli di Kelurahan Banjarsari pada April 2025 pun menjadi bukti bahwa jargon “bebas pungli” belum diiringi komitmen kuat dalam reformasi birokrasi. Respons pemerintah yang menyebut kasus tersebut sebagai “inisiatif pribadi oknum” justru dianggap memperlemah kredibilitas komitmen tersebut.
“Jika narasi ‘pembangunan butuh waktu lebih dari 100 hari’ hanya dijadikan dalih untuk menutupi ketiadaan hasil, maka ini adalah alarm dini bagi kredibilitas pemerintahan,” tegas Yhannu.
EDS menyimpulkan, Pemerintahan Budi–Agis dinilai belum berhasil mengubah momentum politik menjadi momentum pelayanan publik yang substansial.
“Jika tren retorika ini terus berlanjut tanpa pembenahan serius, kekecewaan warga dikhawatirkan akan tumbuh menjadi “referendum sosial” atas kepemimpinan mereka dalam lima tahun ke depan,” pungkasnya. ( dkm)