
SERANG, Mediabooster.news – Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (FH Untirta) meneguhkan komitmennya terhadap reformasi hukum nasional melalui kuliah umum bertajuk “Penataan Sistem Hukum Indonesia yang Berkeadilan dan Bebas Korupsi” yang digelar di Auditorium FH Untirta, Selasa (7/10/2025).
Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan Dies Natalis ke-44 FH Untirta.
Kuliah umum menghadirkan dua narasumber utama, yakni Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI, Dhahana Putra, dan Hakim Ad Hoc Tipikor Mahkamah Agung RI, Arizon Mega Jaya.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten, Pagar Butar-Butar, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Picesco Andika Tulus, Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Marsinta Simanjuntak, Dekan FH Untirta, Feri Faturokhman, beserta civitas akademika dan mahasiswa.
Dalam kesempatan ini, Dhahana Putra menegaskan bahwa membangun sistem hukum yang bersih dan berintegritas merupakan pondasi utama bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan berkeadilan. Pemberantasan korupsi tidak bisa hanya bergantung pada lembaga penegak hukum, tetapi membutuhkan dukungan dan keterlibatan aktif seluruh elemen bangsa.
“Identitas dan komitmen Aparat Penegak Hukum terhadap pemerintah merupakan modalitas yang sangat kuat. Namun, kolaborasi tidak cukup berhenti di sana. Masyarakat dan media juga harus berperan aktif sebagai pilar penting dalam mengawasi dan mendorong transparansi,” ujar Dhahana.
Ia menjelaskan bahwa sinergi tiga elemen, APH, masyarakat, dan media, menjadi kunci menciptakan sistem pengawasan yang efektif serta membangun kepercayaan publik terhadap lembaga hukum.
“Kolaborasi ini sangat positif untuk memperkuat upaya pencegahan korupsi. Masyarakat perlu berani menyampaikan informasi dan pengawasan, sementara media berfungsi sebagai jembatan informasi dan kontrol sosial,” tambahnya.
Sementara itu, peran kampus juga disoroti sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam mendukung agenda reformasi hukum nasional.
“Kampus memiliki peran strategis sebagai lembaga intelektual. Mereka dapat mengkaji, mengevaluasi, dan memberikan masukan terhadap kebijakan hukum yang ada, termasuk merumuskan strategi pemberantasan korupsi yang lebih efektif,” ujarnya.
Sementara itu, Hakim Ad Hoc Tipikor Mahkamah Agung RI, Arizon Mega Jaya menyoroti urgensi pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset sebagai instrumen penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Arizon menyampaikan bahwa masyarakat telah lama menantikan kehadiran undang-undang tersebut. Namun, hingga kini, proses finalisasinya masih belum selesai. Ia berharap dalam waktu dekat rancangan undang-undang tersebut dapat segera disahkan oleh lembaga legislatif dan ditandatangani oleh Presiden.
Menurutnya, pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset akan menjadi langkah besar dalam memperkuat upaya negara menindak hasil kejahatan korupsi secara efektif. Dengan payung hukum yang jelas, pelaksanaan kebijakan dapat berjalan lebih baik tanpa menimbulkan perdebatan atau multitafsir di masyarakat.
“Kita semua berharap undang-undang ini segera disahkan agar penegak hukum dan masyarakat memiliki dasar hukum yang kuat dalam melaksanakan tugasnya. Dengan begitu, tidak ada lagi kontroversi atau tafsir yang berbeda-beda, dan kita bisa fokus menjalankan aturan secara benar,” ujar Arizon di hadapan peserta kuliah umum.
Selain membahas perampasan aset, Arizon juga menjelaskan peran Mahkamah Agung (MA) dalam memperkuat integritas lembaga peradilan dan menekan angka korupsi di lingkungan aparat hukum. Ia menegaskan bahwa upaya pencegahan dilakukan baik secara internal maupun eksternal.
“Mahkamah Agung terus berbenah, baik dari sisi internal dengan memperkuat integritas hakim dan panitera, maupun dari sisi eksternal dengan menghasilkan putusan yang adil dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Ini bagian dari tanggung jawab kami untuk menegakkan keadilan yang bersih,” ujar Arizon.
Ia juga menambahkan bahwa penegakan hukum tidak hanya soal menghukum, tetapi juga memastikan adanya pencegahan melalui sistem yang kuat dan transparan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Untirta, Dr. Feri Faturokhman, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kontribusi akademik FH Untirta terhadap pembangunan hukum di Indonesia.
Menurutnya, kampus harus menjadi ruang demokratis yang terbuka bagi diskusi dan gagasan kritis mengenai penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
“Kampus adalah ruang egaliter yang harus mampu memberikan masukan bagi kemajuan bangsa. Karena itu, kami mengundang Dirjen Perundang-undangan dan Hakim Tipikor agar civitas akademika dapat berdialog langsung dengan praktisi hukum dan memahami dinamika pembaruan hukum di Indonesia,” tutur Feri.
Lebih lanjut, Feri menjelaskan bahwa tema kuliah umum ini relevan dengan kondisi hukum nasional saat ini, di mana pemberantasan korupsi memerlukan sistem yang kuat dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat.
“Dalam teori kriminologi, kejahatan adalah bagian dari dinamika masyarakat dan tidak bisa dihapuskan sepenuhnya. Namun, negara harus berperan menekan dan mencegahnya. Dengan sistem hukum yang kuat, potensi korupsi bisa diminimalisir,” pungkasnya. (dkm)

