MEDIABOOSTER – 14 Februari 2024 mendatang merupakan suatu momentum pelaksanaan pemilu serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, DPD, DRPD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. untuk pelaksanaan Pilkada dilaksanakan tanggal 27 November 2024 dalam rangka memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, serta Bupati dan Wakil Bupati. Dalam kedua momentum tersebut partai politik berperan besar dalam memberikan kontribusi bagi sistem perpolitikan Indonesia karena partai politik berperan sebagai wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah. Peranan Partai politik dalam Pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik selain sebagai wadah rekruitment politik artinya menyiapkan calon-calon legislatif juga meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu.
Perkembangan perpolitikan di Indonesia berjalan dinamis, termasuk dalam pencalonan Kepala Daerah, salah satunya adalah dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUUV/2007 yang memperbolehkan pencalonan melalui jalur perseorangan atau calon independent selain menggunakan jalur partai politik. Mahkamah Konstitusi (MK) pada saat itu menilai bahwa banyak calon kepala daerah yang memenuhi syarat tetapi tidak mendapatkan tiket untuk maju sebagai calon kepala daerah dari partai politik karena terhalang syarat yang memberatkan. Dasar hukum yang digunakan dalam rangka menjadi calon perseorangan adalah Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Sehingga, pada zaman politik masa kini, sudah tidak asing lagi bagi kita untuk mendengar kata “calon independen” atau “calon perseorangan”. Contoh Kepala Daerah pertama di Indonesia yang mencalonkan dari jalur perorangan atau calon Independen dan berhasil menang sebagai kepala daerah adalah Irwandi Yusuf, beliau merupakan Gubernur Provinsi Naggroe Aceh Darussalam pada Tahun 2007-2012.
Perkembangan pencalonan dari jalur independen mengalami banyak perkembangan, pada Pilkada 2020, yang mencalonkan diri menjadi Kepala Daerah yang maju dari jalur perseorangan waktu itu dinilai terlalu berat. Sebagai gambaran dari totap 203 bakal pasangan calon independen yang mendaftar hanya 70 pasangan yang lolos dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 yang digelar di 270 daerah. Aturan yang berlaku dalam Undang-Undang Pilkada, jumlah dukungan yang menjadi syarat minimal pencalonan kepala daerah independen berbeda-beda di setiap wilayah karena berdasarkan pada DPT. Tetapi hal ini tidak menyurutkan antusiasme dari masyarakat terhadap pencalonan dari jalur independen.
Calon independen atau calon perseorangan merupakan seseorang yang ikut serta dalam suatu pemilu (pemilihan umum) atau pemilu lainnya, tanpa menjadi salah satu anggota atau petugas partai dalam partai politik tertentu. mereka tidak mewakili partai politik mana pun, maka dari itu mereka harus mencari dukungan langsung dari pemilih berdasarkan visi, program, dan platform mereka sendiri calon independen ini tentunya harus mempunyai elektabilitas yang tinggi, untuk mendapatkan banyak dukungan dan banyak suara sehingga dapat menghasilkan bargaining power.
Masyarakat memiliki beberapa pandangan terhadap calon independen di masa kini, dengan hadirnya calon independen nyatanya dapat dianggap sebagai salah satu solusi memperbaiki sistem demokrasi yang telah dilemahkan elite partai politik. Kehadiran calon independen ini dinilai bisa meredam akses negatif oligarki partai politik yang berlebihan. Kehadiran calon independen juga dinilai dapat memberikan dampak baik sebagai peredam terhadap aktivitas politik yang berkaitan dengan uang atau money politics yang terjadi selama proses pencalonan atau bahkan dalam masa periode, walau tentu pada awalnya calon independen membutuhkan partai politik sebagai syarat agar mereka bisa diusung dan didukung oleh partai, tetapi bukan berarti mereka bisa “dibisiki” dan dijadikan sebagai boneka partai semata saja. Karena bagi calon independen itu tidak masalah asalkan calon tersebut sudah berhasil dipilih untuk memegang suatu kekuasaan, sebab mereka tidak bergantung kepada partai politik.
Karena sebesar apapun nama partai politik tersebut, tetapi jikalau partai politik tidak mempunyai anggota untuk di calonkan yang memiliki elektabilitas atau suara yang tinggi, tentu, mereka akan mencari calon independen yang memiliki elektabilitas yang tinggi, dengan harapan untuk mengangkat partai politik tersebut agar menjadi partai politik yang dominan dan bisa menguntungkan bagi kedua belah pihak. Adapun elektabilitas dalam frasa nomina politik dan pemerintahan adalah kemampuan atau kecapakan untuk dipilih menduduki jabatan dalam pemerintahan sedangkan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, kata “Elektabilitas” termasuk dalam frasa nomina yang artinya keterpilihan. Namun disisi lain, dengan hadirnya calon independen dapat dinilai sebagai ancaman bagi eksistensi partai politik yaitu pilar utama sistem demokrasi di Indonesia. Artiannya, dengan hadirnya calon independen ini merupakan suatu proses pengurangan peran partai politik di Indonesia,
Calon independen juga bisa disebut sebagai calon dengan persiapan atau pembekalan kepemimpinannya yang kurang, karena sebetulnya salah satu fungsi partai politik itu sebagai tempat untuk warga negara Indonesia (WNI) dapat berpartisipasi dalam politik, yang dimana suatu tempat atau wadah itu pasti selalu ada pembinaan dan pelatihan anggotanya untuk menjadi calon-calon pemimpin karena tidak mungkin hanya sekedar tempat atau wadah begitu saja, maka dari itu partai selalu mengadakan pelatihan-pelatihan untuk persiapan atau bekal Latihan kepemimpinan dan lain-lainnya, walau seperti itu, jika mereka mempunyai elektabilitas yang tinggi sehingga memiliki bargaining power yang kuat untuk berani mencalonkan diri sebagai calon independen, maka waktu yang akan membuktikan apakah calon independent dalam Pilkada tahun 2024 akan berhasil mendapatkan dukungan pemilih, sekuat elektabilitasnya?
Penulis : Salwa Putri Prihartono
(Mahasiswa semester 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi)