BANTEN, Mediabooster.news – Kasus stunting saat ini menjadi perhatian pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah pusat mulai tahun 2022 ini, melalui BKKBN menggenjot upaya penurunan angka stunting.
Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh kembang anak balita akibat dari kekurangan gizi saat mereka dalam kandungan hingga dilahirkan kedunia, tetapi kondisi stunting terlihat setelah bayi berusia 2 Tahun. Adapun definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari โ 3.00 SD (severely stunted).
Mengenai stunting di Provinsi Banten. Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten menggelar refleksi menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi Banten bertajuk ‘Stunting makin genting antara penanganan dan pengentasan’ pada hari Kamis, 1 September 2022 di Sekretariat Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten, Plaza Aspirasi, KP3B, Kota Serang.
Selaku narasumber dalam acara yaitu Plt Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Banten, Dadi Ahmad Roswandi.
Dalam pemaparannya, Dadi mennyampaikan stunting adalah gangguan tumbuh dan kembang yang diakibatkan oleh gizi buruk dan infeksi kronis.
“Infeksi kronis itu infeksi menahun dan berulang-ulang yang impact-nya ke pertumbuhan. Sementara perkembangan itu menyangkut otak baik perkembangan motorik halus dan kasar,” katanya.
Dadi menjelaskan anak stunting sudah pasti pendek tetapi anak pendek belum tentu stunting.
“Sehingga ketika anak sudah stunting, sulit untuk diperbaiki. Makanya penting program 1000 hari pertama kehidupan atau 1000 HPK di mana harus terkontrol gizi anak sampai anak usia 2 tahun,” tambahnya.
Dadi menuturkan, BKKBN saat ini fokus terhadap pencegahan dan edukasi.
“Edukasinya dari mulai calon pengantin (memastikan kesehatan calon pengantin perempuan) di mana saat ini tingginya angka anemiadan kurang gizi pada perempuan sebelum nikah membuat mereka berpotensi menghasilkan anak stunting,” terangnya.
Karena itulah, BKKBN membuat program wajib pendampingan, konseling dan pemeriksaan yang dilakukan mulai tiga bulan sebelum menikah untuk memastikan setiap calon pengantin atau calon pasangan usia subur berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil.
“Salah satu fokus dalam pemeriksaan program ini, setiap calon pengantin perempuan diwajibkan untuk memeriksakan kesehatannya. Termasuk memeriksa lingkar lengan atas, tinggi badan, berat badan, kemudian hemoglobin (Hb). Jika hasilnya masih kurang, maka akan didampingi untuk meningkatkan pemenuhan gizi sebelum menikah agar menghindari faktor resiko,” imbuhnya.
Lebih lanjut, la menjelaskan di BKKBN sudah melakukan pendataan di mana sebanyak 1,3 juta keluarga beresiko stunting di Banten.
“Beberapa faktor yang mengakibatkan tingginya faktor resiko stunting di Banten diantaranya yaitu menikah terlalu muda, jarak melahirkan terlalu dekat, sanitasi, jamban, dan lain-lain,” ungkapnya.
Karena itu, penanganan percepatan stunting tentu harus melibatkan semua pihak untuk berperan aktif di antaranya.Seperti sektor pangan, pertanian, pemukiman, agama, ekonomi, pendidikan dan pembangunan keluarga yang menjadi tugas BKKBN dengan konsep pola asuh orang tua yang mampu mencegah stunting melalui penerapan 1000 hari pertama kehidupan.
Untuk mengatasi tingginya angka stunting di Banten, Dadi menjelaskan pihaknya telah membuat beberapa program bertajuk charity yang sudah dijalankan. Mulai dari program Bapak Asuh Anak Stunting hingga butik antik.
“Harapan kami, angka stunting dan keluarga beresiko stunting khususnya di Banten menurun dan kami pun sudah menyiapkan berbagai inovasi program dalam mengatasi tingginya angka stunting dan resiko stunting saat ini mulai dari Bapak asuh anak stunting melalui dapur sehat hingga butik antik,” pungkasnya. (***)